Jakarta – Ubaidillah Fatawi atau kerap disapa Ubed adalah seorang pengajar yang sekilas tak jauh beda Bersama guru lainnya. Tetapi, sosok kepala sekolah muda ini punya gagasan unik Untuk mengajar.
Ia adalah penggagas Belajar alternatif membebaskan Di sekolah Bumi Cendekia. Pria berusia 30 tahun ini mengenalkan Belajar berbasis humanis Bersama pengajar yang tidak kaku layaknya Di sekolah umum.
“Di sini adalah ruang ekspresi kami, ruang eksperimentasi kami, ruang belajar kami Sebagai Menyusun satu Konsep Belajar yang humanis, kontekstual tapi juga memberdayakan anak” ujarnya Untuk laman LPDP Kemenkeu, dilansir Di Minggu (1/12/2024).
Perjalanan Ubed Tempuh Belajar
Ubed adalah pemuda asal Bersama Salatiga. Ia dibesarkan Dari ayah yang merupakan guru honorer dan ibu berjualan Di pasar.
Setiap sore hari, kedua orang tua Ubed pun aktif mengajar ngaji anak-anak Di desanya. Di kecil Ubed sering diajak ayahnya Di pengajian atau sekolah.
Tak heran, Kegemaran mengajar kedua orang tua Masuk Untuk darah Ubed. Keinginan menjadi pengajar Ubed rasakan Di menempuh SMK.
Di itu, Ubed melihat banyak orang tua Bersama teman-temannya yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Supaya mereka tumbuh tanpa sosok orang tua dan tak bisa melanjutkan Belajar tinggi.
Ubed sadar bahwa dirinya cukup beruntung dibandingkan yang lain. Lalu, ia melanjutkan studi Di salah satu kampus Di Yogyakarta. Ia juga berhasil Merasakan beasiswa Bidikmisi.
Jurusan yang dipilih Ubed adalah Ilmu Pengetahuan Belajar. Dia merasa jurusan tersebut dapat memberinya pengetahuan soal proses pembelajaran dan mengajar.
“Di Untuk teori-teori Barat itu tidak memasukkan keluarga Untuk instrumen Belajar kita. Tapi Untuk konteks Tagore dan Ki Hadjar Dewantara misalnya, yang hidup Untuk Kekayaan Budaya Dunia Timur, mereka memasukkan keluarga sebagai Pada Bersama proses pengasuhan Belajar anak,” tutur Ubed Di menjelaskan teori yang didapatkan Di kuliah.
Lanjut S2 Lewat Beasiswa LPDP
Atas keresahannya, Ubed yang Di itu masih mahasiswa mencoba ikut berbagai komunitas yang bergerak Di bidang Belajar. Ia sempat mengajar Di Sanggar Anak Alam (SALAM), sebuah sekolah non formal yang mempunyai kurikulum tak kaku.
Di sana, Ubed dapat ilmu Terbaru bahwa pengajaran tak melulu harus Di kelas dan terbatas. Di SALAM, anak-anak diberikan hak Sebagai mengeksplorasi potensinya dan diajarkan kemandirian Untuk berpikir dan bersikap.
Keinginannya Untuk mencari tahu metode mengajar yang baik Lebih besar. Akhirnya Ubed melanjutkan S2 Bersama jurusan Di bidang Belajar lewat beasiswa Lembaga Pengelola Dana Keuangan (LPDP) Kemenkeu.
“Saya memilih Tetap Indonesia Sebab saya merasa masih butuh waktu lebih Sebagai berkontribusi Di Indonesia. Saya merasa bahwa ketika saya Memutuskan S2 Di Untuk negeri, saya masih bisa terkoneksi Bersama komunitas saya, Sebagai berkontribusi Di komunitas saya. Supaya apa yang saya lakukan itu tidak putus.” tuturnya.
Ubed cukup kritis soal sistem Belajar Di Indonesia. Menurutnya Belajar Di Indonesia perlu mengacu Di Timur Di mana orang tua terlibat juga Untuk proses Belajar.
Sampai Di waktu wawancara beasiswa Ubed Dikatakan menentang paradigma arus utama soal Belajar Di negeri ini. Tetapi, Ubed berhasil menjelaskan gagasannya Bersama Damai tanpa tersulut emosi.
“Sekarang kita lihat Bersama proses Belajar kita kayak gini, Untuk 20 sampai 30 tahun kita begini. Apa hasilnya? Dan saya percaya bahwa kita jangan-jangan itu salah kiblat. Kita terlalu banyak berkiblat Di teori-teori Barat.” ungkapnya.
Bertekad Wujudkan Belajar Eksklusif
Selesai S2, Ubed mulai mengajar Di Yayasan Bumi Cendekia. Lembaga tersebut mempunyai sistem Belajar yang mengintegrasikan pendekatan alternatif berbasis pesantren.
Yayasan Bumi Cendekia mengajar siswa SMP dan SMA Bersama jumlah siswa kini sebanyak 48 orang. Di 2023, Ubed Lalu dipercaya sebagai kepala sekolah Di sana.
Ubed pun mengenalkan Inisiatif Perkembangan yang merupakan hasil Bersama Eksperimen. Ia mengajak siswa Sebagai menjawab pertanyaan besar soal tujuan hidup mereka.
Tak hanya itu, Ubed mengenalkan Inisiatif Live In Di mana siswa tinggal Di lingkungan yang konservatif. Gunanya Sebagai memperluas wawasan dan empati.
Siswa diberikan kepercayaan Sebagai mengelola Inisiatif Di sana. Hal ini dilakukan Sebagai membangun rasa tanggung jawab dan kemandirian.
Keputusan Bersama Belajar Di Yayasan Bumi Cendekia pun sangat fleksibel. Siswa diberikan waktu tidur siang jika kelelahan. Tetapi, mereka harus tetap bisa menyusun jadwal yang manusiawi.
“Kita tidak butuh Belajar yang seragam, tapi Belajar yang memberdayakan,” tegasnya.
Source –> Detiknews.id Indonesia: Kisah Ubed, Kepala Sekolah Muda yang Gagas Belajar Berbasis Humanis